Mediakawasan.co.id, KABUPATEN Paser berada di zona merah kasus penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang. Bahkan daerah ini menempati posisi keempat di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), terkait kasus penyalahgunaan narkoba.
Berdasarkan rilis yang dikeluarkan Kepolisian Resort (Polres) Paser, selama periode Januari hingga awal Mei 2023, ada 34 kasus penyalahgunaan narkotika dengan 47 tersangka yang berhasil diungkap aparat Polres Paser. Dari 35 kasus ditemukan 135 paket sabu-sabu berbagai ukuran dengan berat 93,67 gram, obat keras jenis Yarindo sebanyak 2.138 butir, dan uang tunai senilai Rp 39 juta.
Berbagai upaya preventif pun dilakukan Badan Narkotika Kabupaten (BNK) Paser dalam mencegah penyalahgunaan narkoba dan penyembuhan bagi pecandu narkotika.
Sayangnya, kerja keras BNK Paser belum mendapat dukungan sepenuhnya dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Paser. Hal itu terlihat jelas dalam hal alokasi anggaran untuk BNK Paser yang mengalami penurunan drastis.
Jika dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Paser Tahun Anggaran 2022 dan 2023, BNK Paser mendapatkan anggaran sekitar Rp. 500 juta. Maka pada tahun 2024 mendatang, BNK Paser hanya dijatah Rp 200 juta. Dipangkas hingga 65 persen.
Hal ini diakui Ketua BNK Paser Hj Syarifah Masitah Assegaf, SH. Ia mengaku pasrah dengan anggaran yang dialokasikan untuk lembaga yang dipimpinnya. Padahal semua rencana kegiatan telah tersusun.
“Harusnya kita komitmen perangi itu narkotika, tapi bagaimana mau berperang kalau pelurunya dipangkas sampai 65 persen,” ujar Masitah saat dihubungi media ini melalui ponselnya, Kamis (06/07/2023).
Menurut dia, kebijakan pemangkasan anggaran penanganan dan penanggulangan narkoba tahun 2024 di Paser akan berimplikasi terhadap kinerja lembaganya. Padahal terang Masitah, saat ini BNK Paser tengah melakukan pemetaan terhadap pemakai narkotika,
“Kami berupaya terus melakukan penyembuhan melalui balai rehabilitasi di tanah merah, sosialisasi P4GN ke beberapa desa yang terindentifikasi masuk zona merah narkoba, serta meminimalisir keberadaan bandar/kurir narkotika dengan cara memutus rantai peredaran dan penyebarannya,” papar dia.
Terlebih lagi dengan hadirnya Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara yang hanya berjarak beberapa puluh kilometer dari Kabupaten Paser. Timbul kekhawatirkan akan kian merebaknya peredaran narkoba di daerah tersebut.
“Dengan anggaran yang minim, tentu sulit bagi kami melakukan kegiatan pengawasan di pintu-pintu masuk peredaran narkoba,” ujarnya.
Diakui Masitah, membentuk kekuatan dalam memerangi narkoba itu cukup sulit dan dibutuhkan sinergitas serta kerja keras untuk menemukan solusi. “Jangankan anggaran, kantor yang dipinjamkan di samping kuburan, jalannya selalu banjir dan tidak layak. Kita sudah mengusulkan beberapa tempat yang memadai tapi nihil,” ungkapnya.
Sebelumnya, BNK Paser pernah mengajukan peminjaman eks Kantor Disnakertrans Paser. Namun gedung itu diambil untuk TK Ruhui Rahayu, yang bangunannya bakal dirobohkan guna melengkapi gedung PKK.
Meski demikian, Masitah menegaskan pihaknya akan tetap berupaya maksimal untuk mengantisipasi maraknya peredaran narkoba di Kabupaten Paser.
“Sekali lagi kita menyayangkan atas kurangnya dukungan terhadap BNK, tapi kita tetap berkomitmen dan tidak main main terhadap siapapun yang terlibat peredaran dan pengguna Narkotika ini pasti kita nyatakan perang,” tegasnya.
Terpisah, Anggota DPRD Provinsi Kaltim Rusman Yakub mengakui, hingga saat ini belum ada gerakan masif dalam hal pemberantasan narkoba. Hal itu bisa dilihat dari minimnya dukungan yang diberikan pemerintah daerah dalam upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba.
Apalagi, dalam penanganannya, daerah seolah tidak memiliki peran lantaran keberadaan institusinya yang bersifat vertikal. Terbagi antara Polri dan Badan Narkotika Nasional (BNN). Yang keduanya cenderung mengambil peran sesuai pertimbangan pemerintah pusat.
“Pusat selalu menyebut narkotika adalah musuh besar bangsa. Tetapi praktiknya tidak dilakukan pemberantasan secara serius. Buktinya apa? Kasus narkoba tetap tinggi. Bahkan, mereka yang berada di dalam institusi yang semestinya memberantas tidak jarang ikut terlibat sebagai jaringan,” katanya.
Karena itu, bagi Rusman, harus ada political will yang kuat dan terimplementasi mulai tingkat presiden, kepala daerah, sampai ketua RT untuk bisa memberantas narkoba. Sebab, bagaimanapun yang menjadi sasaran dan korban penyalahgunaan narkoba adalah masyarakat.
Apalagi pelaku kejahatan narkoba terus mencari cara dan modus utamanya dengan teknologi. Di sisi lain tegas kepada aparat penegak hukum yang menjadi bagian jaringan narkoba. “Kalau memang negara disebut perang dengan narkoba, buktikan. Jangan hanya memberikan mimpi-mimpi saja,” tegas dia. (Red/Ags)